Rabu, 21 Desember 2011

Bahaya Kristenisasi 1


إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
“Sebahagian  besar  Ahli  Kitab  menginginkan  agar  mereka  dapat mengembalikan  kalian  kepada  kekafiran  setelah  kalian  beriman, karena  dengki  yang  (timbul)  dari  diri  mereka  sendiri,  setelah  nyata bagi  mereka kebenaran.” (Al-Baqarah : 109)
[Hati-hati Kristenisasi!]
 Peringatan bagi Kaum Muslimin terhadap Tipu Muslihat Pengkristenan
Syaikh Abul ‘Abbas Yasin Bin ‘Ali Al-’Adeni
 [Pengajar Aqidah di markas Dar Hadits Dammaj, Ma'bar dan Viyusy di Yaman]

Segala puji yang sempurna hanya bagi Allah Dzat Yang Menciptakan jin dan manusia, Dzat Yang Mengkhususkan iman bagi hamba-Nya yang dia kehendaki, Dzat Yang Menunjukkan jalan yang lurus kepada-Nya untuk mencapai derajat kemuliaan dan derajat ihsan semata-mata

Tata Cara Tayammum

Oleh : ustadz Kharisman

Tata cara tayammum adalah menepukkan satu kali tepukan pada debu yang suci, kemudian mengusap seluruh wajah dan kedua telapak tangan.
Dalam hadits ‘Ammar bin Yasir, beliau mengatakan, “Rasulullah  mengutusku untuk suatu keperluan. Lalu saya junub dan tidak mendapatkan air. Maka, saya berguling-guling sebagaimana hewan berguling. kemudian saya menjumpai Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kepada beliau hal itu, beliau bersabda:

إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ هَكَذَا وَضَرَبَ بِيَدَيْهِ إِلَى الْأَرْضِ فَنَفَضَ يَدَيْهِ فَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْه
 “Cukuplah engkau melakukan dengan kedua tanganmu seperti ini.” Lalu beliau memukulkan kedua tangan beliau ke tanah (dengan sekali tepukan) kemudian mengibaskan kedua tangannya, kemudian mengusap wajah dan dua telapak tangannya” (H.R alBukhari dan Muslim, lafadz berdasarkan riwayat Muslim)

“MASUKLAH KE SURGA DARI PINTU MANA SAJA YANG ENGKAU KEHENDAKI”.


Oleh: Al-Ustadz Abu Hafsh Marwan
 Adalah penggalan dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dengan derajat hasan sebagaimana dinyatakan oleh as-Syaikh Al-Albani dalam Adabuz Zafaf. Hadits tersebut adalah :
Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf –radhiallahu’anhu berkata : Bahwa Rasulullah shallalahu’alaihi Wa sallam bersabda : Jika seorang wanita menjaga sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan mentaati suaminya maka dikatakan kepada wanita tersebut : “Masuklah ke surga dari pintu mana saja  sesuai yang engkau kehendaki”.

Mengenalkan Anak Pada Tauhid

22 Desember 2011

Oleh: Al Ustadz Ayip Syafruddin
Saat anak mampu berbicara, kenalkanlah pada kalimat tauhid La Ilaaha Illallah, Muhammad Rasulullah, ajari cara mengucapkannya dengan talqin yaitu dengan cara orang tua mengucapkan kalimat tauhid lalu anak menirukannya. Biasakan anak mendengar kalimat thayyibah ( La ilaaha illallah). Dengan sering memperdengarkan kalimat tersebut diharap memudahkan anak untuk menirukannya.
Ajari juga anak mengenal Allah Ta’ala, seperti mengajari bahwa Allah Ta’ala berada diatas langit, Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar apa saja yang dibicarakan manusia. Dengan ilmu Allah, Dia senantiasa mengawasi makhluk-Nya. Demikian dijelaskan Ibnu Qayyim

Selasa, 20 Desember 2011

Keutamaan Akhlaq Mulia

December 20, 2011
Oleh: Abu Umar Al Bankawy
Di dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ مَكَارِمَ (وَ فِي رِوَايَةٍ: صَالِحَ) اْلأََخْلَاقْ
“Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia (dalam riwayat yang lain: menyempurnakan kebagusan akhlaq).” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 45)

Senin, 19 Desember 2011

Dusta, Akhlak Yang Tercela !

Jumat, 09 Desember 2011 01:59 Oleh : Abu Ali Abdus Shobur
Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya kita akan mendapati berbagai macam perangai manusia, ada yang baik dan ada pula yang buruk. Sebagai seorang muslim, kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk memelihara perangai dan akhlak yang baik dan menjauhi perangai dan akhlak yang buruk.

Jumat, 16 Desember 2011

Kematian di sekitar kita adalah Peringatan ...

Makna Kehidupan
Banyak manusia yang tidak memahami arti kehidupan. Mereka hanya berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan hidup duniawi. Slogan-slogan mereka adalah memuaskan hawa nafsunya, “Yang Penting Puas”. Prinsip dan misi mereka adalah bagaimana mereka dapat menikmati kehidupan, seakan-akan mereka tumbuh dari biji-bijian, kemudian menguning dan mati tanpa ada kebangkitan, perhitungan dan hisab.

Kamis, 15 Desember 2011

Wirid Pagi Petang Rasulullah Perisai Segala Kejelekan, Sebab Segala Kebaikan


Oleh: Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.

Keutamaan Waktu Pagi dan Petang
Waktu pagi –sejak masuk waktu subuh hingga terbit matahari- dan waktu petang –sejak masuk shalat ashar hingga tenggelam matahari- adalah dua waktu yang sangat dianjurkan untuk seorang berdzikir, bermunajat kepada Allah. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al-Ahzab: 41-42)
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ
Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam (nya). (Qaaf:39)

Berilmu Sebelum Berkata dan Beramal

KEWAJIBAN BERILMU SEBELUM BERKATA ATAU BERAMAL
Oleh: Al-Ustadz Abu Amr Ahmad Alfian

                                                            Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ
Maka ketahuilah bahwa Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan memohonlah ampunan untukmu dan orang-orang beriman laki dan perempuan (Q.S Muhammad:19).
Ayat tersebut memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam untuk berilmu terlebih dahulu (Maka Ketahuilah/ berilmulah…) sebelum berucap dan berbuat yaitu memohon ampunan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Al-Imam alBukhari rahimahullah menuliskan judul bab pada kitab Shahihnya dengan : Bab Ilmu (didahulukan) Sebelum Ucapan dan Beramal.
Umar bin al-Khottob radhiyallaahu ‘anhu berkata :
تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا
“Belajarlah ilmu sebelum menjadi pemimpin” (riwayat Ibnu Abi Syaibah)
Umar bin al-Khottob radhiyallahu ‘anhu juga berkata :
لَا يَبِعْ فِي سُوقِنَا إِلَّا مَنْ قَدْ تَفَقَّهَ فِي الدِّينِ
“Janganlah berjualan di pasar kami orang yang belum paham tentang ilmu agama” (riwayat atTirmidzi)
Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu berkata:
الْعِلْمُ إمَامُ الْعَمَلِ وَالْعَمَلُ تَابِعُهُ
Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu” (al-Amru bil Ma’ruf wan nahyu anil munkar karya Ibnu Taimiyyah halaman 15).
Umar bin Abdil Aziz rahimahullah berkata:
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِح
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki” (Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah:2/383).
Ilmu Menyebabkan Amal yang Sedikit Menjadi Barakah
 Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata :
يا حبذا نوم الأكياس وإفطارهم كيف يعيبون سهر الحمقى وصيامهم ومثقال ذرة من بر صاحب تقوى ويقين أعظم وأفضل وأرجح من أمثال الجبال من عبادة المغترين
Duhai seandainya (kita dapatkan) tidur dan makan minumnya orang berilmu. Bagaimana bisa orang terperdaya dengan terjaganya (dalam sholat) dan puasanya orang yang bodoh. Sungguh kebaikan sebesar biji dzarrah dari orang yang bertaqwa dan yakin (berilmu) lebih agung, lebih utama, dan lebih berat timbangannya dibandingkan amalan sebesar gunung dari orang yang tertipu (orang bodoh)(Hilyatul Awliyaa’ juz 1 halaman 211).
Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Aalus Syaikh dalam Syarh Tsalaatsatil Ushul menjelaskan makna ucapan Sahabat Nabi Abud Darda’ ini  bahwa tidur serta makan minumnya orang yang berilmu jauh lebih besar keutamaannya dibandingkan puasa dan qiyamul lailnya orang yang bodoh.

Filed in: Manhaj

Kesempurnaan Islam dalam Adab dan Akhlaq

December 7, 2011
Pendahuluan: Kesempurnaan Islam dalam Adab dan Akhlaq
Oleh: Abu Umar Al Bankawy
 Islam adalah agama yang sempurna. Ajarannya meliputi segenap aspek kehidupan manusia. Dari perkara yang besar sampai perkara yang paling kecil. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah, dari sahabat Salman Al Farisi radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau pernah ditanya oleh kaum musyrikin.
قَالُوا لِسَلْمَانَ : قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَىْءٍ حَتَّى الْخَرَاءَةَ. فَقَالَ : أَجَلْ ، قَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ ، وَنَهَانَا أَنْ يَسْتَنْجِىَ أَحَدُنَا بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ ، وَنَهَانَا أَنْ نَسْتَنْجِىَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ. رَوَاهُ مُسْلِم
Mereka bertanya kepada Salman, “Sungguh nabi kalian telah mengajarkan kalian segala sesuatunya sampai-sampai cara buang hajat?”
Salman menjawab, “Benar! Beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat baik ketika buang air besar maupun buang air kecil dan melarang kami untuk beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan batu kurang dari tiga biji, dan melarang kami beristinja’ dengan kotoran hewan atau tulang.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan tentang sempurnanya ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh Allah ta’ala telah menjelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya tentang pokok dan cabang dari agama ini.  Allah  ta’ala  telah menjelaskan tentang tauhid, kewajiban untuk mengesakan-Nya serta segala macam adab, etika dalam perikehidupan manusia.
Ketika bermajelis Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk berlapang-lapang sebagaimana firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
“Hai orang orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: ‘Berlapang lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.” (Al Mujadalah: 11 )
Ketika ingin memasuki rumah seseorang, Allah perintahkan kita untuk meminta izin dan memberi salam terlebih dahulu kepada penghuninya. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu, sebelum kamu minta izin dan memberi salam kepada penghuninya, yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin, dan jika dikatakan kepadamu: ‘Kembalilah’, maka hendaklah kamu kembali, itu lebih bersih bagimu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (An Nur: 27–28)
Adapun tentang akhlak, Islam telah mengajarkan semua karakter terpuji. Sebagai contoh, tentang penunaian amanah. Di dalam Al Qur’an, Allah memerintahkan kita untuk menunaikan amanah. Allah berfirman,
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kepada engkau semua supaya engkau semua menunaikan amanat kepada pemiliknya.” (An Nisa’: 58)
Contoh yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membimbing kita untuk senantiasa bersikap dan berucap jujur serta menjauhi dusta. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إنَّ الصِّدقَ يَهْدِي إِلَى البرِّ ، وإنَّ البر يَهدِي إِلَى الجَنَّةِ ، وإنَّ الرَّجُلَ لَيَصدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقاً . وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهدِي إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتَبَ عِنْدَ الله كَذَّاباً )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
“Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu membawa surga dan sesungguhnya seorang itu berlaku jujur hingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan dan sesungguhnya kejahatan itu membawa kepada neraka dan sesungguhnya seorang berdusta hingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang  pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih).
Dan masih banyak lagi ayat dan hadits seperti ini. Dengan demikian jelaslah, bahwa Islam itu sempurna, mencakup segala aspek kehidupan.
Namun sungguh disayangkan, kaum muslimin di masa kita sangat jauh dari adab dan akhlaq Islami. Mereka lebih suka mengadopsi etika dan norma dari Barat yang justru banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Oleh karena itu, insya Allah melalui artikel berseri di situs www.salafy.or.id ini kami akan coba jelaskan beragam adab dan akhlak yang diajarkan di dalam Islam agar bisa diamalkan oleh setiap muslim.  (bersambung)
Referensi:
  • Muhadharah Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin yang berjudul “Al Ibda’ fi Bayani Kamaalisy Syar’I wal Khuthratil Ibtida’”
  • Syarah Riyadhis Shalihin karya Asy Syaikh Muhammad bin Shalihin
Filed in: Adab

Hikmah Terjadinya Gerhana

Wahai para pembaca, sesungguhnya gerhana matahari dan bulan adalah dua tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, yang dengan keduanya Allah hendak menumbuhkan rasa takut pada manusia. Sebagaimana Nabi menjelaskan demikian dalam haditsnya yang shahih: “Sesungguhnya ayat-ayat (kauniyyah) ini Allah utus bukan karena kematian seseorang, bukan pula karena kelahiran seseorang, akan tetapi Allah hendak memberikan rasa takut kepada hamba-hambanya dengannya, maka bila kalian melihat sesuatu darinya, segeralah berdzikir kepada Allah, berdoa kepadaNya, dan beristighfar” [Muttafaqun alaihi]
Mengetahui sebab gerhana dari sisi alamiyah yang saya maksud tertutupnya rembulan terhadap sinar matahari atau tertutupnya bumi terhadap sinar matahari. Tidak berarti keduanya bukan dua tanda kekuasaan Allah. Akan tetapi peristiwa ini, Allah tetapkan dengan sebab dibelakangnya ada hikmah-hikmah sesuai dengan apa yang diberitakan oleh Nabi bahwa itu adalah takhwif. Pemberian rasa takut (atau peringatan) dari Allah kepada hamba-hambaNya atas dosa-dosa mereka dan maksiat-maksiat mereka dan hendaknya mereka merasa tertegur oleh Rabb mereka dan melakukan hal yang membuat ridhoNya dengan memperbarui tobat dan segera kembali kepada Allah dan melakukan sholat berjamaah atau sendiri-sendiri. Adapun berjamaah lebih utama, selain itu agar mereka memperbanyak shodaqoh dan doa sampai kembali menjadi terang.
Dan pada penutupan (makalah) ini ada peringatan, yaitu bahwa kita sekarang ini telah diuji dengan banyaknya para penulis dan para komentator yang dengan sekuat tenaga berusaha membatalkan (atau mengaburkan:pen) pengaruh dari datangnya tanda-tanda kekuasaan Allah ini yaitu untuk memberikan rasa takut kepada mereka (sebagai peringatan) terhadap hamba-hambaNya. Lihatlah mereka menggambarkan gerhana hanya sebatas kejadian alam yang tiada sangkut pautnya dengan dosa-dosa manusia.
Sehingga banjir-banjir, penenggelaman, tidak ada sebabnya melainkan hanya karena kerusakan tatanan dan karena sembarangan dalam membangun. Gempa-gempa tidak mempunyai sebab melainkan hanya gerakan lempengan dalam bumi.
Maha Suci Allah, siapakah yang menggerakkan bumi sehingga membuat binasa  yang mengalirkan banjir sehingga menenggelamkan  dan membuat gerhana matahari sehingga menjadi gelap. Bukankah Allah…bukankah seandainya Allah berkehendak, tentu Allah akan menghalanginya sehingga tidak terjadi?
Dan siapakah yang mengabarkan bahwa kejadian-kejadian dan musibah ini, tujuannya adalah menumbuhkan rasa takut pada diri hamba-hambaNya sehingga mereka mau bertaubat, dan kembali mengambil pelajaran serta mengambil ibroh. Bukankah utusan Sang Pencipta makhluk di alam bagian atas dan bawah? Bukankah dia  Shallahu alaihi wa sallam adalah orang yang jujur lagi dibenarkan?
Sesungguhnya gerhana di masa Rasulullah tidak terjadi melainkan hanya sekali yakni tahun 8 H bertepatan dengan meninggalnya putra ibrohim. Setelah itu,  tidak terjadi lagi sampai meninggalnya Rasullullah.
Maka lihatlah dan perhatikanlah  bagaimana gerhana banyak terjadi belakangan ini, tidak ada lain kecuali karena banyaknya kejelekan dan maksiat.
Maka hendaknya engkau wahai saudaraku yang muslim berpegang dengan dalil-dalil syar’i dari al Quran dan al Hadits. Hati-hati, jangan sampai kamu terkecoh dengan pendapat-pendapat yang bertentangan dengannya, walaupun dihiasi dengan syubhat yang menipu dan pemaparan yang manis (dikesankan ilmiyah-pen). Karena sesungguhnya Allah tidak mengatakan kecuali kebenaran dan tidaklah Rasulullah menyampaikan dari Rabbnya melainkan kebenaran. Tidak ada setelah kebenaran kecuali kebatilan.
Allahlah yang lebih tahu. Semoga Allah memberikan sholawatNya kepada hambaNya dan RasulNya serta keluarganya dan para sahabatnya juga memberikan salamNya kepada mereka.
Dr. Ali bin Yahya al Haddadi
Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Muhammad bin Su’ud Riyadh KSA
Kutipan dari makalah beliau dalam http://www.haddady.com/ra_page_views.php?id=348&page=2&main=2
Alih bahasa : Qomar Suaidi ZA
Catatan penerjemah: dengan banyaknya gerhana artinya banyak peringatan dari Allah atas dosa-dosa yang banyak dilakukan manusia. Sementara kenyataanya sekarang orang-orang memandang gerhana sebagai hal biasa bahkan menyenangkan, melihat, dan menikmatinya bahkan sebagian orang sambil bermaksiat dan berpacaran, Na’udzubillah min dzalik. sementara amalan yang disyariatkan tidak dilakukan, seperti sholat, shodaqoh, berdoa, dan beristghfar kepada Allah. Sungguh sangat terbalik., pantaslah kalau musibah silih berganti tak kunjung usai. Karena peringatan seolah tidak lagi mempan buat kebanyakan umat ini. Kepadamulah kami mengadu Ya Allah. Sadarlah wahai umat manusia.
Filed in: Fatwa-Fatwa

Rabu, 14 Desember 2011

Hisab Pada Hari Kiamat

   Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada Allâh Ta'âlaalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.[1]
PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allâh menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya.[2] Atau Allâh mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.[3]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allâh akan menghisab seluruh makhluk dan berdua dengan seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya.[4] Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab).[5] Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.[6]
Hisab menurut istilah aqidah memiliki dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakkan dosa dan pengakuan), yang mempunyai dua pengertian.
  1. Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allâh dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan yang tidak dihisab.
  2. Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allâh atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir). [7]
Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh), dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.[8] Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.[9]
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:
مَنْ حُوسـِـبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَـيْسَ يَقُولُ اللهُ تَعَالَـى
فَسـَـــوْفَ يُـحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيْرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّـمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”.Aisyah bertanya,”Bukankah Allâh telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’[10] Maka Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh.Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”.
(Muttafaqun ‘alaihi)

HISAB PASTI ADA

Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur‘an dan Sunnah. Firman Allâh Ta'âla :
(QS al Insyiqaq / 84 : 7-8)
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.(QS al Insyiqaq / 84 : 7-8)
(QS al Insyiqaq / 84:10-12)
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”.
Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).(QS al Insyiqaq / 84:10-12)
(QS al Ghasyiyah / 88 : 25-26)
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka. (QS al Ghasyiyah / 88 : 25-26)
(QS al Mu’min / 40 : 17)
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allâh amat cepat hisabnya.(QS al Mu’min / 40 : 17)
Sedangkan dalil dari Sunnah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, beliau berkata:
لـَــيْسَ أَحَدٌ يُـحَاسَبُ إِلاَّ هَلَكَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَلَيْسَ اللهُ يَقُولُ حِســـَــابًا يَســـِـــيْرًا
قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْـحِسَابَ هَلَكَ
“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allâh berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allâh memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikit pun, namun Allâh memaafkan dan mengampuninya.[11]Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini.[12] Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari Kebangkitan.[13]

HISAB MANUSIA DAN JIN
Syaikhul Islam menyatakan: “Allâh akan menghisab seluruh makhlukNya”[14]
Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allâh akan menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk menampakkan keumuman dengan maksud untuk tertentu saja. Yaitu khusus yang Allâh bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf. (Adapun) mukallaf itu mencakup manusia dan jin.[15] Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allâh Ta'âla menyebutkan :
(QS. al A’raaf/7:38)
Allâh berfirman:"Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka
bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. (QS. al A’raaf/7:38)
Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allâh Ta'âla:
"Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabbnya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya,tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.
(QS ar Rahman / 55 : 46 – 56).
Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan dosa. Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab. Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullâh:
“Keterangan penentu (dalam masalah ini), hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan hisab adalah pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini (merupakan) kekeliruan besar. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allâh berfirman:
QS an Nahl/16:88
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allâh, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. (QS an Nahl / 16:88)
QS at Taubah / 9:37
Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran.
(QS at Taubah / 9:37)
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya –karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan– maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.[16]
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalanamalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka.[17] Allâh Ta'âla berfirman :
QS al Kahfi / 18 : 105
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka
dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia,
maka hapuslah amalan-amalan mereka,
dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.
(QS al Kahfi / 18 : 105)
AMALAN ORANG KAFIR DI DUNIA
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di dunia.[18] Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”.[19] Demikian ini, karena Allâh berfirman:
QS al Furqaan / 25 : 23
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan,
lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yangberterbangan.
(QS al Furqaan / 25 : 23)
QS al Furqaan / 25 : 23
Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu
yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang.
Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun
dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.
(QS Ibrahim / 14 : 18)
Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan kekufurannya.[20]

CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu,[21] dan Allâh Ta'âla sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau :
Hadits
Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya
tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya.
Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya;
dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya.
Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya.
Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allâh Ta'âla menyebutkan :
QS al Kahfi / 18 : 49
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah
ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata:
“Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidakmeninggalkan yang kecil
dan tidak (pula) yang besar,melainkan ia mencatat semuanya?”
Dan merekamendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis).
Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun.
(QS al Kahfi / 18 : 49)
Allâh Ta'âla memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:
QS al Zalzalah / 99:7-8
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatanseberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
(QS al Zalzalah / 99:7-8)
(QS al Mujaadilah / 58 : 6)
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allâh
semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa
yang telah mereka kerjakan. Allâh mengumpulkan
(mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka
telah melupakannya. Dan Allâh Maha Menyaksikan
segala sesuatu.
Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya, karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allâh Ta'âla :
QS al Zalzalah / 99 : 1-4
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya
(yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan
manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),”
pada hari itu bumi menceritakan beritanya.
(QS al Zalzalah / 99 : 1-4)
(QS Yaasin / 36:65)
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan
berkatalah kepada Kami tangan mereka dan
memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang
dahulu mereka usahakan.
(QS Yaasin / 36:65)

CARA HISAB SEORANG MUKMIN DAN KAFIR
Allâh Ta'âla yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allâh berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”. Demikian dijelaskan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata :
Hadits
Aku telah mendengar Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allâh mendekatkan seorang mukmin,
lalu meletakkan padanya penutupNya dan menutupinya
(dari pandangan orang lain), lalu (Allâh) berseru :
‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’
Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga
bila selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan
mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allâh
berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu
di dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia
diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan
munafik, maka Allâh berfirman : ‘Orang-orang inilah
yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah,
kutukan Allâh (ditimpakan) atas orang-orang yang
zhalim”. (HR al Bukhari)
Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allâh, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
Hadits
Lalu Allâh menemui hambaNya dan berkata :
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin,
menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta,
serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?”
Maka ia menjawab: “Benar”.
Allâh berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?”
Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allâh berfirman:
“Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Lalu Allâh menemui hambaNya yang kedua dan berkata :
“Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin,
menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta,
serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?”
Maka ia menjawab: “Benar”. Allâh berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?”
Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allâh berfirman :
“Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Kemudian (Allâh) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas.
Lalu ia (orang itu) menjawab: “Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu,
kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu.
Juga aku telah shalat, bershadaqah,” dan ia memuji dengan kebaikan semampunya.
Allâh menjawab: “Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya),” kemudian dikatakan kepadanya:
“Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu,”
dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku.
Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: “Bicaralah!”
Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya,
dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya.
Itulah nasib orang munafik dan orang yang Allâh murkai.(HR Muslim)
Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allâh (sebagaimana yang dijelaskan dari hadits Ibnu Umar di atas). Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik (seperti yang dijelaskan dari hadits Abu Hurairah di atas). Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allâh.
Oleh karena itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan melihat kepada amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allâh memberikan taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaanNya. WashAllâhu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.
(Oleh: Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi)